I. Pendahuluan
Hadis yang merupakan sumber ajaran Islam nomer dua setelah al-Qur’an, telah dikaji semenjak masa awal Islam hingga sekarang. Tidak hanya umat Islam sendiri yang tertarik, sarjana nonMuslimpun – orientalis – tertarik untuk mengkajinya. Untuk menjaganya, para ulama mulai mengumpulkan hadis-hadis yang “berceceran” dan disatukan dalam kitab musnad, sunan dan mu’jam-mu’jam. Di antara para ulama yang memberikan perannya dalam menjaga dan menulis hadis adalah Imam Abu Zakariyā’ Yahyā Ibn Syarifudin al-Nawāwī (631-676 H), yang termasuk dalam jajaran ulama besar di abad ke-7 Hijriah. Beliau memiliki hasil karya yang banyak dan bermanfaat dalam pembahasan yang beraneka ragam, karya-karya beliau telah mendapatkan pujian dan sanjungan serta perhatian yang besar dari para ulama sehingga mereka mempelajari, mengambil faedah dan menukil dari karya-karya beliau tersebut.
Salah satu karya beliau yang cukup populer adalah kitab Riyādhus Shālihīn. Hampir seluruh kaum muslimin di seluruh dunia mengkaji dan membaca kitab al-Nawāwī ini, tidak terkecuali Indonesia dengan pendidikan pondok pesantren-nya juga ikut andil. Kitab ini cukup ringkas, tetapi isi kandungannya banyak memberikan pelajaran, dan nasihat dari Rasulullah SAW.
Dalam makalah ini penulis berusaha mendeskripskan sosok al-Nawawi dan Kitabnya tersebut, serta segala hal-hal yang berkaitan dengannya, baik dari sejarah penulisan, metode dan sistematika terhadap kitab tersebut. Dan tidak lupa pula penulis mencoba meneliti seberapa besar penyebaran kitab tersebut dengan meneropong penggunaan kita tersebut di beberapa pesantren Indonesia. Sample yang diambil adalah pondok-pondok penerima PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) UIN Sunan Kalijaga karena lebih mudah di akses dan dirasa cukup mewakili bebeapa wilayah di Indonesia.