WELLCOME TO MY SIMPLE BLOG. PELASE ENJOY IT... ....!!!

Senin, 14 Maret 2011

Sejarah Harakat

A.  Pendahuluan
       Al-Qur’an diturunkan 14 abad yang lalu pada konteks masyarakat Arab yang belum begitu mengenal tradisi tulis-menulis. Bisa dikatakan bahwa yang mengenal tulisan Arab hanya beberapa orang saja seperti Ali bin Abi Thalib, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Abu Sufyan dan anaknya, Muawiyah serta beberapa orang lainnya.[1] Dalam perkembangan Islam sendiri, Rasulullah tidak hanya mementingkan urusan agama namun juga pendidikan bagi para sahabat. Sejarah telah mencatat bahwa para tawanan perang Badr dapat bebas kalau mereka membayar tebusan atau mengajarkan baca tulis bagi kaum muslim pada waktu itu. Inilah salah satu bukti bahwa pendidikan dan peradaban merupakan hal yang urgen pada masa itu.
         Penulisan al-Qur’an pun sudah mulai dilakukan semenjak masa awal kemunculan Islam. Bahkan ada beberapa sahabat yang memiliki koleksi mushaf sendiri yang didapat dan dikoreksi langsung oleh Rasulullah. Namun setelah wafatnya Rasulullah dan Islam telah menyebar ke berbagai daerah di luar jazirah Arab, terdapat perbadaan dalam membaca al-Qur’an yang akhirnya memunculkan ide untuk membuat mushaf standar yang dapat menjadi acuan bagi beberapa daerah di luar Arab. Namun permasalahan baru pun muncul terkait dengan makin banyaknya non-Arab yang mempelajari al-Qur’an dan bahasa Arab. Kesalahan dalam bacaan pun makin sering terjadi karena sulit membedakan antara huruf satu dengan yang lainnya dan juga terkait dengan i’ra>b kalimatnya.

B.   Sejarah dan Sebab Munculnya Harakat
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an yang telah dikodifikasi pada masa Khalifah Utsman bin ‘Affan ditulis dengan menggunakan khat Kufi yang masih sangat sederhana sekali dan tanpa titik ataupun tanda baca yang dapat membedakan antara satu huruf dengan huruf lainnya.[2] Namun menurut Abdurrahim Ibrahim, salah seorang ahli sejarah Khat Arab, menyatakan bahwa penulisan mushaf al-Qur’an pertama kali ditulis dengan Khat Arab sederhana, yaitu khat Hijazi. Kemudian barulah pada masa khalifah Utsman bin ‘Affan ditulis dengan khat Nabthi[3] dan kemudian pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib mulai ditulis menggunakan khat Kufi.[4] Hal ini terasa wajar karena hanya bentuk tulisan tersebut yang berkembang di Arab pada masa itu. Dan penulisan al-Qur’an dengan huruf yang benar-benar “gundul” (tanpa tanda titik ataupun harakat )  tidaklah menjadi problem bagi bangsa Arab sendiri sebab mereka memiliki kemampuan bahasa yang telah tertanam dalam jiwa. Pada generasi awal Islam ini, jarang terjadi kesalahan dalam pengucapan bahasa Arab maupun dalam membaca al-Qur’an. Dan juga belum terpikirkan oleh para sahabat untuk menambahkan titik (نقط المصحف) dan harakat  (شكله) pada tulisan al-Qur’an. Hal ini diperkuat dengan adanya seruan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud:
جرّدوا القران ولا تخلطوه بشئ[5]
Murnikanlah al-Qur’an dan jangan mencampur baurkannya dengan apapun
Dari perkataan Ibnu Mas’ud tersebut dapat dipahami bahwa pada masa itu al-Quran tidak boleh diubah -- ditambah atau dikurangi -- dengan apapun untuk menjaga kemurnian al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah baik bacaan maupun tulisannya.
Permasalahan sesungguhnya baru muncul setelah ekspansi besar-besaran hingga meluasnya Islam ke berbagai daerah diluar Jazirah Arab yang berimplikasi pada interaksi orang Arab (العرب) dengan non-Arab (العجم).[6] Dari interaksi ini muncullah golongan “Indo Arab” yang kurang mengerti tulisan bahasa Arab “murni”. Dari sinilah kesalahan-kesalahan dalam bacaan sering terjadi.
Kejadian yang sangat terkait dengan adanya inovasi untuk membuat “tanda baca” dalam al-Qur’an berawal ketika khalifah Mu’awiyah bin Abi Sofyan (w. 60 H/679 M) mengirim surat kepada Ziyad bin Abihi[7] () yang merupakan Gubernur kota Bashrah agar mengutus puteranya, Ubaidullah, untuk mengahadap Mu’awiyah. Saat Mu’awiyah bertemu Ubaidillah, ia sangat terkejut karena anaknya banyak melakukan kesalahan (اللحن) dalam pembicaraannya. Kemudian Mu’awiyyah pun mengirim surat teguran kepada Ziyad atas kejadian tersebut. Jika seorang anak pembesar Islam saja banyak melakukan kesalahan (اللحن) dalam perkataannya, lalu bagaimana dengan orang-orang awam? Atas dasar asumsi inilah Ziyad segera menemui Abu al-Aswad al-Dualy (w. 69 H/ 688 M) seraya berkata:
يا أبا الأسود, إنّ هذه الحمراء قد كثرت, وأفسدت من ألسن العرب, فلو وضعتَ شيئاً يصلح به الناس كلامهَم, ويعربون كتابَ الله تعالي
Abu al-Aswad tidak serta merta memenuhi permintaan Ziyad karena beliau merasa hal tersebut tidak pernah sekalipun dilakukan oleh para sahabat, sedangkan sahabat adalah orang-orang yang paling menjaga al-Qur’an.[8] Namun Ziyad tidak menyerah begitu saja, beliau memerintahkan seorang laki-laki untuk duduk di jalan yang akan dilewati Abu al-Aswad. Apabila Abu al-Aswad lewat di depannya, lelaki tersebut diminta membacakan ayat al-Qur’an dengan salah. Kemudian lelaki tersebut membaca :
أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ[9]
“Bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrik.
Dibaca dengan men-jar-kan kalimat رسولِهِ yang berarti Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasulnya.  Setelah mendengar ayat bacaan ayat tersebut, Abu al-Aswad terkejut seraya berucap: Allah berlepas diri dari Rasul-Nya?[10] Lalu beliau menganggap benar permintaan Zaid dan memenuhi permintaannya.[11] Inilah motiv/sebab dilakukannya penulisan harakat pada al-Qur’an.
C.   Bentuk Harakat  Abu al-Aswad al-Dualy
Setelah menyanggupi tuntutan dari Ziyad, Abu al-Aswad meminta Ziyad untuk mengumpulkan 30 pemuda yang akan dipilih sebagai “partner” dalam perumusan tersebut. Maka terpilihlah seorang pemuda dari ‘Abd al-Qais, sebuah kabilah di kota Bashrah. Abu al-Aswad dan pemuda ini sepakat untuk bekerjasama dalam proyek besar ini. di hadapan pemuda tersebut terdapat mushaf, pena dan tinta yang berbeda warnanya dengan warna tulisan pada mushaf, sedangkan Abu al-Aswad yang membacakan ayat-ayat al-Qur’an di depannya dengan cara yang khusus. Adapun cara atau metode penulisan harakat nya adalah sebagai berikut:
1. Apabila pemuda tersebut melihat Abu al-Aswad “membuka kedua bibirnya[12]” pada akhir huruf, maka ia akan menberikan sebuah titik – dengan tinta yang berbeda – di atas huruf tersebut, itulah harakat fathah.
2. Apabila pemuda tersebut melihat Abu al-Aswad “menurunkan/merendahkan kedua bibirnya[13]” pada akhir huruf, maka ia akan menberikan sebuah titik – dengan tinta yang berbeda – di bawah huruf tersebut, itulah harakat kasrah.
3. Apabila pemuda tersebut melihat Abu al-Aswad “mengumpulkan/menghimpun kedua bibirnya[14]”, maka ia akan memberikan sebuah titik di sebelah kiri atau didepan huruf tersebut, itulah harakat d}ammah.
4. Dan jika huruf terakhir terdengar gunnah, maka ia akan memberika dua titik dan itulah tanwin.
5.  Adapun untuk harakat  sukun, Abu al-Aswad tidak memberikan tanda khusus.
Setelah selesai penulisan satu s}ah}i>fah (halaman), Abu al-Aswad melihat dan mengoreksi ulang tulisan tersebut hingga tuntas semuanya mulai dari awal hingga akhir. Tanda-tanda tersebut tidak ditulis pada setiap huruf, tapi hanya pada akhir kata atau pada kata-kata yang bisa menimbulkan keraguan. Inilah kontribusi awal dalam perkembangan tulisan Arab terutama al-Qur’an. Selanjutnya Nasir memberikan tanda kepada semua huruf.[15]
         Kaedah yang dibuat oleh Abu al-Aswad ini mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Diantaranya:
1.           Variasi pada penulisan tanda titik (النقطة). Dalam penulisan tanda tersebut, ada beberapa orang yang menuliskannya dengan bentuk pesegi (مربّعة), bulat tanpa ada ruang di tengahnya (مدورة مسدودة الوسط) dan bulat dengan ruang di dalamnya (مدورة خالية الوسط).
2.                 Adapun untuk tanwin, ada yang meletakkan dua titik (..) di atas, di bawah dan di bagian kiri huruf, satu sebagai tanda harakat  dan yang satunya sebagai tanda tanwin. Jika setelah tanda tanwin tersebut ada huruf h}alqi>, maka mereka meletakkan salah satu titik di atas yang lainnya (:).

D.  Kontribusi Khalil bin Ahmad (w 170 H) dalam Penulisan Harakat
            Setelah adanya rumusan dari Abu al-Aswad al-Dualy tentang harakat  (نقط الإعراب) dan titik (نقط لاإعجام), mushaf al-Qur’an terliha penuh dengan titik-titik yang berwarna-warni. Namun hal ini belum menyelesaikan semua permasalahan dalam bacaan al-Qur’an karena tidak ada yang membedakan di antara kesemuanya kecuali warna yang berbeda-beda.[16] Karena permasalahan tersebut Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamin al Faridhi al Zadi (w. 170 H) berinisiatif mengganti beberapa tanda baca (نقط الإعراب) agar berbeda dengan titik (نقط الإعجام) tidak hanya dari warnanya guna mempermudah pembaca.[17] Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalil adalah:
1.      Fathah: beliau menggantinya dengan huruf alif kecil miring dari kanan ke kiri (َ   )
2.  Kasrah: untuk tanda ini beliau meletakkan huruf ya>’ kecil dibawah huruf dan sekarang berubah menjadi garis miring (ِ   )
3.      D}ammah: beliau meletakkan huruf wa>w (و) kecil dan diletakkan di atas huruf yang berharakat  tersebut (ُ  ).[18]
Adapun alasan-alasan bentuk harakat  yang dibuat oleh al-Khalil karena fath}ah  merupakan bagian dari alif, kasrah merupakan bagian dari ya>’ dan d}ammah bagian dari huruf wa>w.[19] Selain dari ketiga tanda tersebut, beliau juga merumuskan beberapa tanda baca lainnya:
1.      Untuk tanda sukun yang berat (tasydi>d/syiddah) beliau mengambil kepala huruf syi>n (ش) tanpa tiga titiknya (سـ), sedangkan pemilihan huruf syi>n sebagai tanda diambil dari kata syadi>d (شديد).
2.      Sedangkan untuk al-suku>n yang ringan beliau mengambil kepala huruf kha>’ (خ)  tanpa titik juga (حـ). Beliau mengambil dari kata khafi>f (خفيف).
3.      Untuk hamzah beliau menggunakan kepala huruf ‘ain (ء) karena makhraj al-huruf kedua huruf tersebut berdekatan.
4.     Untuk alif washl beliau menggunakan kepala huruf s}a>d (صـ) di atas alif selamanya, apapun huruf sesudah alif al-was}l tersebut.
5.      Untuk ma>d al-wajib beliau membuat tanda mi>m kecil disambung dengan da>l (مد)
6.      Untuk al-Raum
7.      Untuk Isymam (    )

E.   Simpulan dan Penutup
Dari penjelasan singkat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.   Abu al-Aswad al-Dualy adalah orang yang pertama merumuskan harakat (nuqt} al-i’ra>b) bersama seorang sekretaris yang berasal dari kabilah ‘Abd al-Qais berdasarkan permintaan Zaid bin Abihi untuk mempermudah orang non-Arab dalam membaca al-Qur’an.
2.   Pada awalnya harakat masih berbentuk titik-titik (nuqt}) dan ditulis dengan warna yang berbeda (merah) dari huruf al-Qur’an.
3.      Adalah al-Khalil bin Ahmad (w. 170 H) yang berusaha menyempurnakan kaedah yang telah dibuat sebelumnya (Abu al-Aswad) dengan merubah beberapa “simbol” dan menambahkan beberapa tanda lagi.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai sejarah dan perkembangan harakat/syakl dalam tulisan al-Qur’an. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Contoh  Manuskrip








[1] Aboebakar, Sedjarah Al-Qur’an(Sinar-Bupemi: Surabaya, 1956), hlm. 53.
[2] A. Athaillah, Sejarah Al-Quran (Pustaka pelajar:Yogyakarta, 2010), hlm. 321.
[3] Dari tulisan Nabthi inilah timbullah bentuk Naskhi sedangkan bentuk Kufi merupakan perkembangan dari tulisan Suryani. Lihat Aboebakar, Sedjarah Al-Qur’an(Sinar-Bupemi: Surabaya, 1956), hlm. 53.
[4] C. Israr, Dari Teks Kalsik Sampai ke Kaligrafi Arab (Yayasan Masagung: Jakarta, 1985), hlm. 58.
[5] Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh (Da>r Nu>r al-Maktaba>t: Jedah, 2004) hlm. 287.
[6] Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 287.
[7] Ziyad merupakan salah seorang yang memiliki peranan besar dalam penulisan al-Qur’an pada masa Umayyah. Beliau menambahkan huruf alif (ا) pada dua ribu kata yang tidak ada alifnya. Seperti dalam Mus}haf Utsmani tertulis قلت dan كنت lalu ditambahkannya menjadi قال dan كانت .
[8] Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 288.
[9] Q.S. al-Taubah [9]: 3.
[10] Dalam teks aslinya berbunyi عز وجه الله أن يبرأمن رسوله. Lihat Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 289. Lihat juga A. Athaillah, Sejarah Al-Quran … hlm. 323.
[11] Adapun jawaban Abu al-Aswad terhadap permintaan Zaid: قد أجبتك إلى طلبك و رأيت أن أبدأ بإعراب القران lihat Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 290.
[12] Dalam teks aslinya tertulis قد فتح شفتيه
[13] Dalam teks aslinya tertulis   قد خفض شفتيه
[14] Dalam teks aslinya tertulis يضمّ شفتيه
[15] Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 298.
[16] Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penulisan harakat (نقط الإعراب) Abu al-Aswad memakai warna yang berbeda dengan tulisan huruf tersebut. Abu Al-Aswad memberikan warna merah pada titik tanda syakl yang ia buat tersebut. Pada perkembangan selanjutnya titik sebagai tanda syakl tersebut tidak hanya berwarna merah namun dengan beberapa warna yang berbeda anatara satu tempat dengan tempat lainnya. Lihat M. M. Al-A’zami, The History of The Qur’a>nic Text (Gema Insani: Jakarta, 2005), hlm. 154-156. Lihat juga Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 308-310.
[18] Sekarang hanya kepalanya yang bulat sebagai ciri huruf waw  sedangkan bagian selanjutnya berupa garis miring menyerupai fath}ah dan kasrah. Lih. C. Israr, Dari Teks Kalsik Sampai ….,hlm. 76.
[19] Abd al-Hayy Husain al-Farmawi, Rasm al-Mus}haf wa Naqtuh….hlm. 318.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...